Friday, May 25, 2012

Enjang Jusuf Mengembalikan Rumah Kuntul Kerbau




 
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG
Berawal dari tiga pasang anak kuntul kerbau, Enjang Yusuf (54) berhasil menyediakan tempat tinggal bagi ribuan burung yang mampu terbang hingga 4.000 kilometer ini. Kini, kuntul kerbau menjadi anggota keluarga tak terpisahkan dari masyarakat Kampung Cikole, Desa Margamulya, Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. 
Bagi Enjang, kuntul kerbau (Bubulcus ibis) merupakan kenangan masa kecil yang tak pernah lekang dari memorinya. Pada tahun 1970-an, di Cikole ditemukan banyak sekali burung kuntul kerbau yang tinggal dan berkembang biak. Namun, sepuluh tahun kemudian pemandangan seperti itu lambat laun menghilang. Masyarakat setempat mulai jarang menemukan kuntul kerbau.
Perlakuan manusia terhadap alam rupanya menjadi penyebab. Banyaknya sawah yang ditaburi pestisida dan pupuk kimia membuat banyak kuntul kerbau mati. Sementara kuntul kerbau yang masih hidup sepertinya memilih pergi, mencari kawasan lain yang alamnya lebih bersahabat. Berbekal kenangan itu, Enjang bermimpi mengembalikan kuntul kerbau ke Cikole.
Enjang tidak hanya berhenti di mimpi. Mimpi itu membawanya tiba di Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, Jawa Barat, tahun 1990-an. Di kawasan tersebut ternyata masih ditemukan banyak populasi kuntul kerbau. Namun, keberadaan burung tersebut mulai terancam akibat ulah sejumlah anggota masyarakat yang terus memburunya.
Enjang khawatir, apabila dibiarkan, akan semakin banyak kuntul kerbau yang mati. Dari Cibatu, dibawanya tiga pasang anak kuntul kerbau. Bersama Atang dan Ayi, warga Cikole lainnya, Enjang menyediakan tempat tinggal di rumpun bambu gombong dekat rumahnya bagi kuntul tersebut.
Seiring dengan perjalanan waktu, tidak sekadar menyediakan tempat tinggal, Enjang juga merawat kuntul kerbau yang terluka, baik akibat jatuh dari pohon maupun korban penembakan pemburu. Ia juga mengajak warga untuk melarang perusakan habitat hingga membunuh kuntul kerbau.
”Warga sering bersitegang dengan pemburu. Warga biasanya membunyikan beduk masjid jika ada pemburu yang ngotot. Bila beduk sudah dibunyikan, warga berkumpul dan siap mengusir pemburu itu,” katanya.
Fungsi konservasi
Kuntul kerbau adalah spesies berukuran kecil dari keluarga kuntul, yang selalu membentuk huruf S saat terbang. Panjang burung ini sekitar 50 sentimeter, dengan ciri khas bulu berwarna putih. Penamaan burung ini terkait keberadaannya yang sering ditemukan dekat kerbau di sawah.
Makanan utama burung ini adalah ikan kecil, katak, hingga serangga. Keberadaan kuntul kerbau banyak tersebar di Asia. Namun, burung ini juga dilaporkan pernah ditemukan di Eropa dan Amerika. Di Indonesia, kuntul kerbau berkembang biak di Jawa hingga Nusa Tenggara.
Ornitolog Universitas Padjadjaran Bandung, Johan Iskandar, memasukkan kuntul kerbau sebagai burung yang ampuh mengontrol ekosistem sawah. Selain kuntul kerbau, burung lainnya adalah walet (Collocalia spp), kapinis (Hirundo tahitica), jalak kerbau (Acridotheres javanicus), dan jalak suren (Strurnus contra).
Enjang mengatakan, keberadaan kuntul kerbau memberikan banyak manfaat bagi masyarakat dalam 22 tahun terakhir ini. Kebiasaan kuntul memakan serangga membuat sawah di sekitar Cikole bebas hama wereng atau penggerek batang. Warga pun yakin, tikus takut berkeliaran apabila kuntul kerbau ada di sekitar sawah.
”Dulu, saat kuntul kerbau tidak ada, banyak hama wereng dan tikus menyerang sawah warga,” katanya.
Kuntul kerbau juga membuat warga Kampung Cikole perlahan mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Warga khawatir, pupuk dan pestisida kimia akan membunuh dan meracuni kuntul kerbau lagi. Warga kini banyak memilih pupuk dan pestisida alami yang tidak berbahaya.
Tidak hanya itu, warga juga enggan menebang rumpun bambu yang menjadi tempat tinggal kuntul kerbau. Hal itu berbuah manis karena keberadaan rumpun bambu ternyata ampuh menyimpan air. Salah satunya, menyediakan air bagi mata air Curug Ama. Jarak Curug Ama hanya sekitar 100 meter dari rumpun bambu tempat tinggal kuntul kerbau.
”Tahun lalu, saat musim kemarau terjadi selama delapan bulan, kami tidak kesulitan air. Mata air Curug Ama sama sekali tidak kering,” tambah Enjang.
Butuh peraturan daerah
Atas jasanya mengembalikan habitat kuntul, Enjang mendapat penghargaan Masyarakat Peduli Lingkungan dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat tahun 2010. Berbagai instansi pemerintahan dari Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Bandung pun kerap berkunjung dan bertanya soal kiat keberhasilan menangkarkan kuntul kerbau.
Berbagai tawaran bantuan dijanjikan meski belum ada satu pun yang direalisasikan. Salah satunya, kebutuhan tempat perawatan kuntul kerbau yang sakit atau terluka. Saat ini, kuntul kerbau yang sakit atau terluka hanya dirawat seadanya di kandang ayam atau rumah warga. Meski cara itu sering kali berhasil, Enjang berpendapat, akan lebih baik jika ada tempat perawatan yang lebih layak.
Selain itu, ia juga berharap, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya membuat peraturan daerah terkait keberadaan kuntul kerbau dan hewan predator alami lainnya. Tujuannya, menjamin kehidupan kuntul kerbau yang kerap bersinggungan dengan para pemburu.
”Hukuman tegas harus diberikan kepada semua orang yang dengan sengaja membunuh kuntul kerbau. Membunuh kuntul kerbau sama saja dengan mematikan banyaknya manfaat yang diberikannya kepada kami,” lanjutnya.
Sumber : http://sains.kompas.com/read/2012/05/25/12113462/Enjang.Jusuf.Mengembalikan.Rumah.Kuntul.Kerbau
 

No comments:

Post a Comment