Tuesday, July 24, 2012

Isu Sara, Ampuhkah Ubah Peta Jakarta metropolitan

Isu Sara, Ampuhkah Ubah Peta Jakarta?
Headline
INILAH.COM, Jakarta - Konstalasi politik Jakarta pasca-putaran pertama Pemilu Kepala Daerah (Pemilukada) kian memanas. Bila dalam putaran pertama program kerja antarkandidat lebih mengemuka, kali ini justru sebaliknya isu Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) menguat. Ampuhkah mengubah peta Jakarta?
Isu SARA menjelang putaran kedua Pemilukada kian mengemuka. Isu ini masuk ke ruang-ruang pengajian majelis taklim hingga pesan berantai melalui BlackBerry Messenger (BBM). Obyek sasaran isu SARA ini menyasar dua pihak yakni kubu penantang dan incumbent yakni Jokowi-Ahok dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli.
Memang tak jelas siapa yang menyebar isu SARA ini. Kedua tim sudah membantah tegas tidak menggunakan cara-cara seperti itu. Apakah cara ini mampu mengubah peta Jakarta dalam putaran kedua?
Bila merujuk peta pemilih Pemilukada DKI Jakarta dalam putaran pertama lalu sebagaimana dilansir Lembaga Survei Indonesia (LSI), melihat latar belakang pemilih yang memiliki pendidikan SD sebesar 18,6 persen, SLTP 22,7 persen, SLTA 37,5 persen, dan kuliah 21,1 persen.
Adapun jika melihat penghasilan pemilih Jakarta yang kurang dari Rp1,2 juta sebanyak 44,4 persen, berpenghasilan Rp1,2-2 juta 24,1 persen, dan berpenghasilan Rp 2 juta lebih sebanyak 31,5 persen. Data tersebut untuk melihat seberapa efektif isu SARA dapat mengubah peta Jakarta dalam Pemilukada putaran kedua mendatang.
Jika melihat data tersebut , mayoritas pemilih Jakarta masih didominasi kalangan pemilih dari kelompok menengah ke bawah baik dari sisi penghasilan yang didominasi oleh kelompok berpenghasilan rendah yakni kurang dari Rp1,2 juta sebanyak 44,4 persen. Begitu pula dengan tingkat pendidikan pemilih di Jakarta yang mayoritas lulusan SLTA sebanyak 37,5 persen.
Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Nasional (LSN) Umar S Bakry menilai isu SARA yang belakangan mengemuka tentu saja akan memberi pengaruh kepada pemilih Jakarta. "Ada pengaruh kepada pemilih Jakarta, tapi saya kira tidak akan memberi dampak signifikan," kata Umar saat dihubungi di Jakarta, Minggu (22/7/2012).
Dia menuturkan meski masyarakat Jakarta mayoritas pemilih dari kalangan bawah dengan indikasi mayoritas pemilih Jakarta berpendidikan SLTA ke bawah serta berpenghasilan rendah, namun Umar meyakini masyarakat kian cerdas dan kritis dalam melihat suatu isu. "Publik kian kritis dalam merespons setiap isu," ujar Umar.
Sebelumnya peneliti senior Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi saat merespons hasil perolehan Jokowi-Ahok dalam putaran pertama mengatakan, isu terkait SARA tidak efektif mengurangi atau menambah dukungan. "Yang menarik mayoritas pemilih nonmuslim menjatuhkan pilihan kepada Jokowi ketimbang Fauzi Bowo. Fauzi gagal memperebutkan 15% pemilih nonmuslim," kata Burhan.
Namun fakta di lapangan bisa saja berbeda dengan di atas kertas. Salah satu warga yang memilih hak pilih dalam Pemilukada Jakarta kepada INILAH.COM menuturkan dalam putaran kedua kelak akan beralih memilih Fauzi-Nachrowi. "Keluarga saya akan pindah ke Fauzi-Nachrowi setelah mendapat pesan SMS," ujarnya sambil menunjukkan SMS yang diterima di ponsel istrinya itu. [mdr]

No comments:

Post a Comment